Pages

Kamis, 01 Desember 2011

Ayah, Selamat Ulang Tahun….

Aku melirik jam weker di sebelah bed lamp. Jarum jam menunjukkan pukul enam pagi. Aku meregangkan otot-ototku yang masih terasa kaku. Aku gerakkan punggungku ke kiri dan kanan untuk membebaskanku bergerak. Hari ini, aku harus sesegera mungkin berangkat ke kantor, atasanku ingin menemuiku. Aku heran mengapa hanya aku saja yang disuruh menemuinya, rekan kantorku yang lain tidak.

            Dengan malas aku melangkahkan kakiku menuju ruang tengah. Terdengar suara seorang wanita sedang bernyanyi di dapur. Angel. Istriku yang tengah hamil enam bulan sedang membuat sarapan untukku. Perlahan aku menghampirinya. Aku memeluknya dari belakang ketika ia mengocok telur.
            “Lagi masak apa?” tanyaku sambil mencumi pipinya.
            “Ini, aku bikin telur dadar buat kamu, sayang.” Jawabnya sambil terus menggerakkan tangannya yang lincah.
            “Oya, semalam ayah kamu telepon, sepertinya dia ingin bicara dengan kamu.” Tambah istriku memulai pembicaraan.
            “Kapan? Kok aku gak tahu?” balasku.
            “Semalam, setelah kamu pulang dari kantor. Ketika aku bilang kamu lagi tidur , ayah kamu mengurungkan niatnya buat ngomong sama kamu, lagian beliau kan tahu kalo kamu lagi tidur, gak mau diganggu, susah dibangunin lagi,” jawabku istriku.
            “Ya, biar aku telepon nanti, mungkin Ayah Cuma ingin tahu kabarku di Bandung,”
*** 
            Namaku Johan, usiaku saat ini 29 tahun. Di usiaku yang masih muda ini, boleh di bilang aku termasuk pemuda yang beruntung. Aku bekerja di salah satu kantor keuangan di Bandung sebagai akuntan. Di antara semua karyawan yang ada di kantor, aku adalah anak kesayangan atasanku. Ia sering memberiku gaji tambahan karena aku biasa mengerjakan pekerjaan tepat waktu dan boleh dibilang memuaskan daripada karyawan yang lainnya. Kesuksesan ini tidak aku dapatkan secara instan dan mudah seperti membalikkan telapak tangan. Aku masih begitu ingat, betapa semangatnya ayahku yang bekerja sebagai cleaning service untuk membiayaiku sekolah meski aku tahu, penghasil ayah saja pas-pasan untuk makan sehari-hari.
            “Yah, aku mau berhenti sekolah saja,” jawabku suatu ketika, saat aku duduk di bangku kelas dua SMA.
            “Untuk apa?” tanyanya sambil melirikku dengan tatapan kurang setuju.
            “Aku tidak mau Ayah terbebani dengan biaya sekolahku,”
            Ayahku tersenyum, “Kamu gak usah mikir biaya sekolah kamu, itu urusan Ayah. Kalau kamu berhenti sekolah, sama saja kamu mematahkan semangat Ayah. Ayah tidak mau kamu nantinya seperti Ayah yang hanya tamatan SD ini,”
            “Iya, Yah. Tapi, apa Ayah masih sanggup membiayai sekolahku?”
            Ayah mengeluarkan dompet dari kantong celananya, dompet yang lusuh, robek di sana-sini, “Biar dompet Ayah ini sudah tidak layak pakai seperti ini, tapi bisa membiayai kamu sekolah. Ayah akan melakukan apa saja untuk bisa menyekolahkanmu, karena Ayah ingin kamu sukses,” jawabnya sambil menunjukkan dompet lusuh itu padaku, anak satu-satunya.
            Aku tersenyum lebar, “Terima kasih, Yah! Nanti, kalau aku sukses, pasti aku ganti dompet Ayah yang lusuh itu dengan yang lebih bagus,” jawabku.
***
            Telepon genggamku berdering keras ketika aku tengah sibuk menyelesaikan pekerjaanku. Aku yang sedang meyusun laporan keuangan perusahaan – yang harus diselesaikan dengan segera – menghentikan aktivitasku sejenak. Aku merogoh telepon genggam di saku celanaku. Ku lihat di layar, tertulis nama Ayah sedang menelponku.
            “Halo, Yah!” jawabku segera.
            “Halo, Joe! Sedang apa?” tanyanya.
            “Ini nih, aku lagi sibuk nyusun laporan keuangan, mesti diselesaikan hari ini, Yah! Ada apa, Yah? ” tanyaku.
“Tidak apa-apa, Ayah hanya sekedar ingin ngobrol saja,”
“Oh, jangan sekarang ya, Yah! Nanti Johan telepon lagi! Pasti Johan telepon,” janjiku.
“Baiklah,” jawab Ayahku.
***
Jam sepuluh malam, aku baru tiba di rumah. Dengan pikiran yang lelah, aku memasuki rumah. Aku baru pulang dari kantor. Ketika jam kerja sudah habis, aku masih harus menghadiri meeting, menemani atasanku. Istriku menyambut, ia langsung meraih tasku dan membawanya ke kamar. Aku menghempaskan tubuhku di sofa ruang tamu, melepaskan lelah yang tengah menghampiriku. Aku merogoh kantong celanaku. Aku raih telepon genggamku yang sengaja aku nonaktifkan saat meeting. Aku berniat mengaktifkannya namun aku urungkan.
“Kenapa baru pulang jam segini?” Tanya istriku sambil duduk di sebelahku. Ia menyandarkan kepalanya tepat di dadaku.
“Aku habis dari meeting, Pak Robi mengajakku bertemu dengan client-nya.” Jawabku sambil membelai rambut istriku.
“O ya, tadi aku sama temen aku beli ini,” tiba-tiba istriku bangkit dan mengambil sesuatu dari plastik putih yang ada di meja.
“Apa ini?” tanyaku sambil membukanya.
“Sebulan yang lalu, kamu kan pernah bilang kalo kamu pengen beliin dompet itu buat Ayahmu, ya udah, tadi mumpung lagi ada uang lebih aku beliin,”
“Terima kasih, sayang!” ucapku sambil mengecup keningnya.
Istriku memang sangat perhatian, bukan hanya denganku tapi, dengan anggota keluargaku. Aku ingat benar, betapa tulusnya ia menerima keluargaku yang berasal dari kalangan ‘kurang mampu’. Aku masih ingat, betapa ia tidak mempedulikan statusku. Bukan hanya aku yang senang padanya, anggota keluarga begitu senang terhadap sikap baik Angel. Seperti hari ini, dia membelikan dompet yang ingin aku berikan untuk hadiah ulang tahun Ayahku. Sudah lama aku ingin membelikannya dompet itu untuk ayah, tapi aku selalu saja mengurungkan niatku itu, karena masih ada hal lain yang harus aku penuhi.
***
“Ayah,” panggilku dari kejauhan ketika kulihat Ayahku sedang berdiri di sebuah pintu yang begitu terang. Entahlah dimana aku tidak tahu.
Ayahku hanya menoleh padaku, dia tersenyum, kemudian kembali memandang pintu itu lagi.
“Ayah,” panggilku lagi. Ayahku melakukan hal yang sama seperti sebelumnya.
Aku mendekatinya. Matanya terlihat cerah di usianya yang beranjak 65 tahun. Aku melihat wajahnya berseri-seri.
“Ayah, selamat ulang tahun, ini untukmu,” kataku sambil memberikan dompet yang dibelikan istriku.
Ayahku tersenyum menerimanya. Ia terlihat begitu beda.
“Terima kasih anakku,” jawabnya pendek.
Aku tersenyum membalasnya. Lalu, ayahku kembali memandang cahaya terang yang ada di hadapannya. Ia berjalan seolah mengabaikan aku yang ada di dekatnya.
Aku terus memanggilnya, “Ayah, mau ke mana? Ayah…. Ayah… Ayah… mau ke mana?” panggilku. Aku berlari mengejarnya, namun sia-sia sepertinya ia tak mendengarku.
***
Jam tiga pagi, Angel terbangun ketika mendengar suaminya sedang menggigau.
“Sayang, bangun! Sayang!” ucap Angel membangunkan suaminya yang tengah menggigau menyebut Ayahnya. Keringat bercucuran dari dahinya. Dada suaminya basah berkeringat. Angel bingung harus melakukan apa.
“Ayah!” seru Johan kemudian tersadar dari tidurnya dengan nafas yang terengah-engah.
“Sayang, kamu kenapa?” Tanya Angel panic.
Johan tak menjawab. Ia mencoba mengontrol nafasnya yang masih naik turun, terengah-engah seperti habis lari. Angel beranjak dari tempat tidur dan mengambilkan segelas air putih untuk suaminya itu.
“Minum dulu,” ucap Angel yang masih diliputi kebingungan.
“Mana handphone-ku,” kata Johan setelah meneguk air putih samba mencari handphone-nya.
“Ini, sayang!” Angel meraih handphone yang berada di dekat bed lamp dan memberikannya pada Johan.
“Kamu kenapa?” Tanya Angel yang masih penasaran dengan kejadian yang baru saja dialami oleh Johan.
“Aku mimpi Ayah,” jawabnya pendek sambil berusaha mengaktifkan handphone yang dimatikannya sejak ia meeting.
Terlihat beberapa pesan masuk di layar. Johan mengabaikannya. Ia sesegera mungkin mengontak Ayahnya. Johan baru ingat, kemarin ia berjanji untuk menelepon Ayahnya tapi, diingkarinya. Lama Johan menunggu teleponnya tersembung tapi, tak ada yang mengangkat teleponnya. Johan kemudian membuka beberapa pesan masuk di handphone-nya. Beberapa pesan masuk itu dari Angel, teman Johan dan Ayah! Tanpa piker panjang, Johan langsung membuka satu persatu pesan dari Ayahnya tersebut.
Sms pertama, “Nak, kapan pulang? Ayah ingin bertemu, sudah hampir dua tahun ini tidak pulang.”
Sms kedua, “Johan, Ayah masih menunggu teleponmu, aku ingin tahu kabar kehamilan istrimu,”
Sms ketiga,”Johan, kenapa HP mu tidak bisa dihibungi? Kamu marah sama Ayah?”
Sms ketiga, “Johan, ayah kamu masuk rumah sakit lagi. Jantungnya kembali bermasalah, ibu butuh bantuanmu, pulanglah… ayahmu ingin bertemu.”
Sms keempat, “Johan, innalillah… ayahmu meninggal, pulanglah….”
Betapa terkejutnya Johan membaca pesan terakhir yang masuk sekitar empat jam yang lalu itu. Ia benar-benar kaget dan tak percaya ketika membacanya. Ia meremas rambutnya. Air matanya tak kuasa ia tahan lagi. Ia menangis menerima kabar kematian Ayahnya itu.
“Ada apa sayang?” Tanya Angel panic.
“Aku menyesal, Ngel! Harusnya kemarin aku telepon Ayah,” ucap Johan dengan suara yang bergetar.
“Ada apa?” angel bertanya semakin tidak mengerti.
“Ayah meninggal,” jawab Johan pendek.
***
Aku berjalan dengan putus asa menyusuri pemakaman umum tempat Ayahku dimakamkan. Dengan pakaian serba hitam, aku menuju makam Ayahku. Ayahku meninggal karena serangan jantungnya. Harusnya, aku berada di sampingnya saat-saat terakhir ia membuka matanya tapi, aku justru tidak bisa melihatnya untuk yang terakhir kalinya. Ya Allah… kenapa harus begini?
Aku tak henti-hentinya menangis di depan makam Ayahku. Lama. Istriku juga begitu, ia juga trelihat sangat berduka dengan kepergian Ayahku. Sesekali aku menciumi batu nisan Ayahku. Aku ingin sekali mencium pipinya. Tapi semua telah terlambat. Hal itu hanya memuat penyesalan di dadaku semakin berat.
“Harusnya aku ada di sampingnya saat ia menghembuskan nafas terakhir kalinya,” ucapku dengan suara bergetar.
“Sayang, sudahlah, kita ikhlaskan kepergiannya,” sahut istriku.
“Ayah, maafkan Johan, Johan sering mengabaikan Ayah dengan pekerjaanku. Tadi, aku lihat di kantong Ayah masih ada dompet lusuh yang berhasil membuat Johan sukses seperti sekarang. Heh… rupanya Ayah masih memakainya. Yah, menantumu membelikan dompet baru untukmu, harusnya aku bisa memberikannya saat ulang tahun Ayah dua bulan yang lalu. Ayah, aku menyesal tidak melakukan itu. Harusnya Ayah bisa menerimanya saat ulang tahun Ayah,” kataku dalam hati, merenungi apa yang telah aku lakukan selama ini. Menyesal. Aku benar-benar menyesal kini.

THE PRINCE OF DRIZZLINGS

Sore itu....hujan menemaniku di taman kota. Eah...aku tak pernah menginginkan hari ini. Aku gagal meraih beasiswa untuk masuk perguruan tinggi terbaik di kotaku,,,sungguh menyebalkan . perasaanku hancur...otakku seakan ingin kupecahkan.
Bagaimana bisa...impianku ini hancur seketika padahal awalnya akulah yang lolos untuk beasiswa ini tapi...hanya gara-gara anak walikota yang nggak terlalu pinter ingin terlihat cerdas dengan gampangnya orang tuanya mengancam pada ayahku. Sempat orang tuaku tetap keukeh mempertahankanku tapi..apalah daya ortuku hanyalah seorang pejabat kota dibawah walikota yang diktator itu. Bukan tanpa sebab ataupun ayahku matre tapi,,ibuku di vonis penyakit serviks yang harus membutuhkan banyak biaya.

lho koq aku nggak keujuanan sich..?? tersadar aku akan  keadaan ini karena ku tak lagi merasakan butiran air mata alam.
“ Celia..jangan basahi ragamu dengan sebongkah kesakitan alam. Riko sayang celia sangat. Jangan pernah hancurkan dirimu karena tertundanya keberhasilanmu” riko memegang erat tanganku dan menghapus airmataku , tak jua lepas payung dari tangan kirinya.

flashblack on
3 tahun lalu..
aku masuk sebuah SMA terbaik di kotaku bukan sombong tapi..aku mendapatkan beasiswa karena kelincahanku berfikir di masa lalu. Eah di sekolah ini ku tak punya teman..sahabat...or yang lain. Semua temanku tak ada yang lolos untuk memasuki sekolah terhebat ini kecuali satu...sebut saja dia Dika. Dia tak terlalu pinter maupun aktif dalam kegiatan sekolah. Dia hanya bisa memainkan gitar yang selalu dibawa dan membuat semua cewek termabuk kepayang padanya. Ups..tidak untukku...aku sangat membencinya dia selalu menginginkan apa yang aku inginkan. Dia hanya mengadu ayahnya :
 “Pap..aku  ingin ini...ingin itu...” selalu terlaksana..iih nggak banget kan..?hupft
Hmm...tak hanya masa kelam koq. Ketika ku bingung dengan luasnya bangunan sekolah baruku
 suddenly....ada sebuah tangan terulur dengan senyuman manis. Waw..amazing..untuk pertama kalinya dalam hidupku aku masuk khayalan bukan karena menjadi siswa terbaik..orang sukses..atau miss indonesia tapi, menjadi seorang princess di jemput sang prince..oouwh Tuhan inikah the love at first sight??
“hmm..aku tahu..aku bukanlah pangeran mobil putih maupun pembalap GP tapi..untuk pertama kalinya aku minta kenalan pada seorang cewek...”katanya membangunkanku dari dunia khayalanku.
“eh...sorry..nggak ada niat Cuma sedikit konslet otakku gara-gara pusing nyari kelas coz pas pembagian kelas aku sibuk nyari flashdiskku yang hilang” jelasku.
“oouwh...nak X5 kan..??yukz ikut ama aku..kamu harus mau duduk di sebelahku!!!” paksanya mengejutukanku. Aneh sekali cowok sedingin ini mampu membuka sebuah permintaan. Aaah maksa banget..tapi..’ngeh’ banget di hatiku. Eah...dia adalah cowok seindah gerimis...mampu menemaniku dalam segala kondisiku..dia selalu tahu tentangku tanpaku bercerita. Meski kelas XI dan XII kami nggak bareng karena beda aliran (hehe maksudku beda jurusan,,lho koq kaya bis neh). Intinya dia memberikan segala cintanya tanpa menolak cinta yang aku berikan jua.

Flasblack off
Tanpa mengatakan sepatah kata pun aku memeluk tubuh riko dan lagi-lagi dia menguatkanku dengan hangat sentuhannya.
“riko..tahu darimana celia kaya gini disini???” kumulai bersuara dengan mendongakan kepalaku.
“tak usah ada yang memberitahu Riko..celiaku sayang. Pasti riko datang untuk menjadi celia’s hero” dia menjawab dengan bergaya bak pahlawan bertopeng. Eah meski geje banget..cowok gerimis ini mampu membuatku tersenyum. Oh God..jangan biarkan aku lepas darinya.

.....................

Lagi...dan lagi... aku duduk berlamun dibawah gerimis
What..??aku nggak merasakan gerimis..hmm pasti riko. Tak pikir panjang aku membalikkan badan dengan mata tertutup untuk memeluk sang pujaan hatiku.
“hey..are you fine?? How about your life??” ucapnya.
Hah..masaa riko tanya gitu sich..ku dongakan kepala seperti biasanya.
“Sayangnya celia koq tany.....”aku terbata-bata karena bukanlah riko dihadapanku tapi..sang angkara murka perusak hidupku...”DIKAAAA,,,!!!!!!!!” kagetku setengah hidup.
Dia hanya tersenyum...
“ngapain loe disini..pake acara mayungin gue lagi. Apa yang loe mau..gue dah nggak punya apa-apa. Bukankah kecerdasan mampu kau beli..hah PICIK” sambil lalu ku pergi.
Tiba-tiba dia menyegahku...dia memegang dan memeluk erat tubuhku hampir aku tak bisa bernafas. Aargggh...
“ tinggalkanlah dia untuk ku..satu detik saja jangan pernah pergi dari jiwaku. Mampukah kau merasakan cinta yang teramat sulit kuutarakan beribu hari dan bertahun-tahun???”pintanya diluar logika.
Baaakkkk....tamparanku sampai di pipinya yang tak berjerawat itu. Tanpa melihat wajahnya aku berlari pulang.
“ celia...kamu nggak pernah tahu dalamnya aku. Ketika aku tak lagi....” whatever kata-katanya yang hampir hilang karena ku sudah jauh dari jaraknya.

......................

Ku buka facebook...ada sebuah inbox.
            From   : Riko Brahmana Rikcellone
            To        : Celia Violetania Rickcellone
            Title     : sebuah permintaan diluar hati bukan paksaan
                        Celiaku... my prince of  drizzling. Will you help me just this time??riko tahu celia pasti bingung..ku begitu sakit melihat celia berada dalam pelukan Dika (what...riko tahu..berarti..hmm begonya aku nggak menjelaskan padanya). Jangan takut Riko marah..justru riko bahagia banget karena ku lihat dirinya nyaman sekali berada disampingmu. For this time..i ask u to make him happy,,please !!! (apa???riko merelakan hatinya untuk cowok tengil penghancur hidupku..NO..I CAN’T).
Hmm...aku bingung tak terkendali namun,,aku tak ingin menanyakan apapun..yang kubutuhkan hanya sendiri. Ku pergi ke tempat favouritku..taman kota.

.............

Hanya sekeping perjuangan yang kulakukan untukmu. Namun,,dirinya lebih dan selalu tahu akan kamu di setiap gerimis dan tangismu aku ada bukan karena aku tahu tapi..karena dia yang memberitahuku. Setiap kau terluka..ku tak paham meski aku selallu mencoba mengerti. Pergilah ke MEDIKA kamar VIP no.1. tenangkanlah dia..peluklah dia hingga dia merasakan arti hidup selama bernafas. Akulah pangeran gerimis tapi,,dialah alam yang menyuruhku turun.

Hmm..kuremas note kecil itu,,,ku langsung pergi ketempat itu.
Ku ketok pintu kamar rumah sakit itu....dilihatnya sekelilingnya hmm...aneh di rumah sakit koq banyak bunga dan balon berwarna pink..seperti velintine’s party. Ku lihat Dika terbaring di kasur.(wah si tengil bisa sakit jua..pasti kaya di film-film dech umur dia bentar lagi..lah nggak kan mampu membuatku menyesal)pikirku sinis.
“Suuuurpriseeee..”.semua anak alumuni angkatanku berhamburan.
iih najis banget..apa-apaan ini..what ada riko jua...semuanya cengengesan tapi..tidak untuk riko. Dia diam memegang perutnya. Aku marah bukan kepalang pada riko,,apakah yang akan dia lakukan dengan para sahabat Dika. Tapi..tunggu dech,,,kenapa riko memegang perutnya terus.(perasaan yang sakit Dika dech)
“maukah kau menjadi milikku..??”Dika menggenggam tanganku seraya memberikan bunga mawar..it’s so bad to me.
Tanpa diduga Riko jatuh dan pucat..semua orang panik terutama aku. Riko di bawa anak-anak ke tempat tidur.
“eh anak urakan..apa yang loe lakuin ke cowok gue??gue dah bilang berhenti buntutin hidup gue. Belum puas loe ngrebut semua yang gue mau hah???” nadaku mulai meninggi.
Kami semua berdiri mengelingi tempat tidur Riko. Dan ada salah satu dari kami yang berlari mencari dokter.
“ini pasti gara-gara loe..gimana ne ama cowok gue?”aku menyalahkan Dika kembali.

Riko mulai membuka matanya...wajahnya begitu pucat... tapi..dokter tak kunjung datang
“Dika..jaga celia untukku..ku tahu kau sepupuku yang berkelakuan aneh tapi..kaulah yang berhati baik. Aku paham sejak dulu kau selalu ingin menyayangi celia padahal kau selalu ingin menjadikan celia pendampingmu kan?umurku hanya detik ini kronisku tentang ginjal ku tak tertahan. Celia..sekalipun akulah sang pangeran gerimis bagimu tapi,,Dika lah getaran alam yang menyerukan gerimis itu turun tukmu..celia”kata Riko.
Riko menyatukan tanganku dengan tangan dika. Aku hampir menolak..tapi,,ku lihat riko sangat menginginkan itu dariku. Tubuh riko menggigil..wajahnya semakin pucat..dia terus memegangi perutnya. Hingga ajal menjemputnya. Dia tertidur tuk selamanya. Dia begitu indah pergi dengan senyuman.aku mencium kening riko tuk terakhir kalinya. Hingga ku tak kuasa ku jatuh pingsan. Ketika terbangun yang kuingat hanyalah....
“tetaplah jadi..my princess,,tapi..ku ingin kau hidup lebih lama dan Dika adalah informantku selama ini. Ingatlah celia sayang...Cintaku kan ku bawa hingga gerimis sampai di surga” itulah kata terakhir Riko sebelum nyawanya terenggut.
Aku menangis sejadi-jadinya. Riko...kan slalu ku bawa cinta ini dalam kehidupan dan kekelannya.

10 tahun berselang...
Di samping batu nisan ku titikan air mata senyuman bersama Dika...
“Riko....Celia datang ama Dika...kenalkan ini Rikcellone anak kami...ku tak pernah melupakanmu dan dika menjagaku dengan baik..bahkan dika terima celia walaupun celia selalu memikirkan riko. Riko di sana bahagia kan..??”airmataku sungguh deras.
Kami pulang dengan di sambut gerimis dan selalu ku ingat.. Cinta kan terbawa hingga gerimis sampai di surga.

Aku Masih Mencintaimu

Kebiasaanku saat masih SMA saat itu adalah membaca buku cerita atau novel sendirian di taman sekolah, hampir aku lakukan setiap hari. Hingga datang seorang cowok asing duduk disebelahku yang sedang membaca buku pula, aku hanya melirik dan dia akhirnya yang angkat bicara.
“ehm… maaf, aku boleh duduk sini kan..?”
“boleh aja, gak ada yang ngelarang, toh ini juga milik sekolah, siapa aja boleh pakek dong”ketusku dengan nada tak suka yang memang aku merasa terganggu dengan kedatangannya.
“kenalin, aku danar” sembari mengajak berjabat tangan.

“nia, kamu kelas berapa kok aku belum pernah liat kamu sebelumnya..?” tanyaku mulai mengembangkan senyum, dan ketika aku melihat wajah danar, cukup tampan dan tak jenuh untuk dipandang, manis sekali.
“3 Ipa 2, mungkin kamu yang nggak pernah mau bergaul dengan kelas lain, sampai-sampai tidak mengenal aku yang hampir 3 tahun sekolah disini”

“ya maaf, aku kurang suka aja, abisnya mereka gak sebanding sama aku, aku kan gak suka jalan-jalan, sedangkan mereka semua anak orang kaya yang suka jalan-jalan, ngabisin uang orang tuanya”
“nggak juga, ada yang nggak kok. Oh iya, aku perhatiin kamu sering banget kesini duduk sendiri, emang nggak pengen ditemenin ya..??”

“hobi sendiri, udah dulu ya, mau kekelas” sergahku cepat karena aku melihat sepasang mata yang sedang memperhatikanku dengan danar. Aku segera lari kekelas karena takut dicegah atau dicegat oleh danar ataupun oleh cewek itu.
Sejak kejadian itu, aku tak pernah berhenti memikirkan danar, terlebih sekarang sudah mulai dekat. Dimulai sms’n dan telfonan. ‘apa artinya ini, jangan sampek aku suka sama cowok yang udah punya cewek’, pikirku.
“hayyo.. ngelamun aja, mikirin danar ya..??” ledek sahabat dekatku.
“iya des, kenapa ya..??”

“ye… itu mah tanda-tanda jatuh cinta”
“sok tahu ah”
“iya, siapa juga yang sok tahu, aku juga pernah ngerasain kok, tapi aku saranin ati-ati aja sama dian”
“dian..? cewek yang selalu merhatiin aku itu maksud kamu..?”
“ya iyalah, kamu ini belum tahu ya ternyata, sekarang aku tanya, cowok paling keren, baik hati, tampan, trus gak sombong, sampek2 di jadiin favorit itu siapa coba..?”
“gak tahu lah.. emang siapa?”
“ya danar, tapi kasian dia, udah dijodohin sama orangtunya buat nikah sama dian, makanya dian sok berkuasa, padahal sifat dian sama danar itu beranding terbalik, dan kabar lagi klok dian itu cewek nggak bener”

“hush… nggak boleh ngatain orang sembarangan lah, nggak baik nyebar fitnah yang nggak2 desi”
“ya  udah klok nggak percaya, aku mau makan dulu laper ini”
Aku hanya membalas dengan senyuman saja, senyuman yang sama seperti biasanya, senyuman yang biasa aku lemparkan untuk semua sahabat-sahabatku, termasuk danar. Walaupun aku diam-diam mulai menyayangi danar tapi aku coba untuk memendamnya dan biarkan ditelan oleh waktu, sekalipun gossip antara aku dan danar sudah mulai membengkak, aku akan terima semua, termasuk dian yang sebentar lagi akan mendatangiku (labrak). Oke… aku akan terima semua dan aku jelaskan semua.

Sekolah berakhir untuk hari ini, harus pulang cepet dan beres-beres rumah karena kakakku akan pulang dari bandung. Tapi naas banget, dian dan kawan-kawan udah stand by di gerbang dan aku tahu apa yang akan dia lakukan.

“heh.. cewek blagu, yang suka centil sama cowok orang lain..?” ketus dian.
“kamu panggil aku?” aku masih menunjukkan muka tenang seolah tak akan terjadi apa-apa.
“ya iyalah, masih nggak ngerasa aja lo” dian sudah siap ingin menampar aku tapi sebelum itu terjadi danar datang dan menghadang dian.
“dian,  lo gak usah blagu, jangan mentang2 ortu gw  njodohin kita, jangan se enaknya ngatur hidup gw, kita blom sah jadi suami istri, jadi jangan coba-coba ikut campur urusan gw, semua apa yg gw lakuin bukan urusan lo. Ngerti….!!!!”

“tapi kan sayang….” Belum selesai dian berbicara sudah ditinggal danar dan nia.
“kamu nggak apa-apa nia?”
“nggak kok makasih ya..?” niatku ingin menjauh dari danar tapi kalah cepat dengan genggaman tangannya.
“nggak usah kayak gitu nia, aku nggak suka kamu menjauhi aku,, apa kamu nggak ngerasain apa yang aku rasain..?”
“maksud kamu..?”
“aku sayang sama kamu, aku pengen hidup selamanya sama kamu, bukan sama dian, aku udah tahu semuanya tentang dian, aku nggak mau itu terjadi”
“maaf danar, aku nggak bisa. Kamu udah dijodohin sama orang tuamu, jadi hargai mereka, walaupun aku juga sayang sama kamu, aku akan menjauh dari kamu dan memendam rasa ini” selesai berkata aku berlari dan langsung naek kendaraan umum.
Aku sengaja menjauh dari danar, dan tak pernah kasih kabar untuknya. Sampai kuliah pun aku tak pernah kasih tahu dimana tempatnya.
***
Sekarang, memang ada rasa nyesel tapi turut berbahagia juga.
“hayo, ngelamunin apa?”
“eh kak adit ngagetin aja, nggak ngelamunin apa-apa kok. Kakak mau nikah kapan..?”
“nunggu kamu abis sarjana aja lah, kenapa emangnya dik..?”
“nggak apa2, Cuma Tanya”
“kakak tahu semuanya”

“hem.. bagus deh” aku hanya melempar senyum dan kekamar beres-beres kemudian berangkat ke kampus.
Memang tak terasa wisudaku sudah di ambang pintu, tapi rasanya aku masih ingin meneruskan kuliahku,, ah.. nggak mungkin, mau bayar pakek apa,, sedangkan duit aja nggak punya. Saat duduk sendiri, aku melihat dian kekampusku, ‘mau ngapain dia’ pikirku. Ternyata dian selama ini satu kampus denganku, kenapa aku tak pernah menyadari itu ya..?

Aku sudah wisuda, dan sebentar lagi bekerja, tapi kakakku tak kunjung menikah malah mau menunggu aku yang menikah duluan, aneh banget lah. Dan tak terasa pula hari pernikahan danar dengan dian telah tiba , aku terpaksa menghadirinya karena bujukan kak adit, kakakku sendiri. Akad nikah pun akan dilaksanakan, tapi sial mungkin saat menyebut nama mempelai wanita bukan menyebut nama dian, tetapi menyebut namaku. Aku bingung, kenapa jadi begini dan tak bisa berkutik sama sekali, hal itu pun terulang 3 kali sampai akhirnya orang tua danar bertanya kepada danar.

“danar, jangan bikin malu papa”
“siapa yang bikin malu papa, danar nggak bisa nyebutin nama dia, danar Cuma pengen sama nia pa”
“siapa nia..?”

“nia itu, dia” danar menunjuk aku dan semua mata tertuju padaku, aku tak tahan dibeginikan, akhirnya aku mengambil keputusan untuk meninggalkan tempat ini. Tapi kalah cepat lagi dengan danar..
“pliss nia, jangan menjauh dari aku, aku sayang banget sama kamu, aku Cuma pengen nikah sama kamu.” Tanpa memberiku kesempatan berbicara, aku diajak untuk duduk bersebelahan dengan danar. Aku hanya diam saja sekalipun dinikahkan dengan danar, yang bisa aku lakukan hanya menangis bahagia.
“danar, makasih ya, kamu masih menyimpan rasa cinta dan sayangmu untukku”
Danar tersenyum “rasa cinta dan sayangku tak akan pernah terganti oleh siapa pun nia”
Air mata dan senyuman bahagia selalu berkembang dan merekar indah…

TAMAT